Cari Artikel

Kamis, 19 November 2009

Serba Ada atau Spesial Menu?

Memiliki dana cuma beberapa ratus juta, seorang calon pengusaha sedang mempertimbangkan bikin usaha baru sekeluarnya dari perusahaan multinasional. Cuma yang menjadi pikirannya, membuka usaha apa, makanan yang selama ini dia fahami, toko yang banyak dibutuhkan oleh konsumen yang luas, atau apa?

Memiliki dana cuma beberapa ratus juta, seorang calon pengusaha sedang mempertimbangkan bikin usaha baru sekeluarnya dari perusahaan multinasional. Cuma yang menjadi pikirannya, membuka usaha apa, makanan yang selama ini dia fahami, toko yang banyak dibutuhkan oleh konsumen yang luas, atau apa?

Makan adalah hobinya. Dia sering merekomendasikan restoran X enak, Y nggak enak, atau resto Z yang biasa-biasa saja tapi rame. Kalau toko serba ada, pikiran yang paling simple adalah membeli hak dagang atau sebagai franchise. Sebab, mekanisme itu sangat-sangat jelas dalam hal supplay chain management stock barang.



Karena menjalankan duit sendiri, tentu tidak segegabah kalau menjalankan duit orang lain seperti yang selama ini dia lakukan. Risiko dari kegagalan akrobat manajemen yang dilakukan, akan ditanggung sendiri tidak seperti sebelumnya dimana dia sebagai eksekutif, gagal maka yang rugi perusahaan bosnya. Maka sebagai wiraswasta risikonya ya bangkrut dengan sendirinya modalnya bila salah langkah. "Bisa-bisa rumah dan mobilku terseret kalau tidak hati-hati," begitu komentarnya.

Warung makanan serba ada? Barangkali untuk menjual makanan dengan label serba ada, aneh. Selain itu pasti akan menyiksa diri. Tidak mungkin. Berapa ratus bahkan ribu macam makanan dengan taste yang berbeda-beda.

Belajar dari pengalaman brand-brand besar, baik dalam dan luar negeri, mereka sebagian besar menjual sebuah - sekali lagi sebuah - macam produk. Bahwa di dalamnya konsumen setelah datang ke restoran itu bisa mendapatkan produk-produk lain, itu adalah bagian dari enrichment pengusaha warung.

Ayam Bakar Wong Solo, apakah hanya menjual ayam bakar? Tentu tidak. Di sana Anda bisa mendapatkan menu-menu lain yang tidak harus ayam bakar. Begitu pula Es Teler 77, siapa yang tidak tahu bahwa di sana konsumen bisa mendapatkan bakso, mie ayam, sampai otak-otak.

Bakmi Gajah Mada, Bakmi Langgara, Cwi Mie Rollies, Mie Tebhet, dan lain-lain semuanya tidak Cuma menjual mie ayam dan variannya saja. Di luar varian mie juga tersedia, misalnya nasi goreng, nasi campur dan lain-lain.

Intinya ingat ayam bakar ingat Wong Solo, ingat es teler ingat Es Teler 77, begitu juga ingat bakmi bisa ingat Langgara, Gajah Mada, dan lain -lain. Menu lain yang disebut sebagai - menu pengayaan (enrichmnet) - boleh tidak tersedia atau habis ketika ada konsumen pesan, tapi untuk menu inti jangan sampai kehabisan.

Artinya, dengan mengandalkan satu dagangan utama, maka orang akan datang. Dan ketika mau mengajak rekan yang ternyata tidak berselera dengan menu utama, bisa diberikan menu lain yang tersedia di restoran yang sama.

Ini tentu saja menjadi antitesis dengan model one stop solution yang sedang marak beberapa tahun lalu. Belakangan, sudah mulai banyak melakukan jualan dengan fokus objek utama (core bussiness/core competence). Seandainya makanan, menu serba ada berubah ke menu spesial. Kalaupun ada permintaan lebih dari menu spesial yang kita bisa lakukan, itu akan menjadi value added of services. Dan, untuk memperkaya jumlah layanan, tidak mesti dengan tangan kita semua tapi tidak ada salahnya membagi dengan partner lain.


Sumber : www.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...